Komisi V Usulkan Jalan Tol Pasuruan-Probolinggo Gunakan Anti Stripping
![](http://berkas.dpr.go.id/pemberitaan/images_pemberitaan/images/JKA_2756.jpg)
Anggota Komisi V DPR RI Bambang Haryo Soekartono foto : Jaka/mr
Anggota Komisi V DPR RI Bambang Haryo Soekartono mengusulkan, agar pembangunan Jalan Tol Pasuruan-Probolinggo menggunakan anti stripping (pengelupasan) karena termasuk dalam Jalan Tol High Grade Highway (HGH).
“Sejak zaman Soeharto sebenarnya penggunaan anti stripping ini sudah masuk kedalam standarisasi Bappenas, sehingga wajib dilakukan dalam setiap pembangunan jalan. Dengan menggunakan anti stripping bisa awet selama 5 tahun, tidak perlu perawatan,” jelasnya kepada Parlementaria saat mengikuti Kunjungan Kerja Komisi V di Banyuwangi, Rabu (30/5/2018).
Sebagai contoh, kata Bambang, Jalan Tol Kertosono sudah terjadi kecelakaan lebih dari 90 kali, 95% nya karena faktor ban meletus. Jadi ini bukti bahwa jalan tol belum memenuhi standarisasi keselamatan yang harusnya bisa melindungi masyarakat.
Kemudian, Bambang mencontohkan lagi, seperti Tol Cipali setelah dicheck belum menggunakan anti stripping, akibatnya baru sebentar jalannya sudah banyak lubang.
“Saya sendiri mengececk saat perbaikan di Tol Cipali, ternyata memang belum menggunakan anti stripping, saya khawatir jangan sampai orientasinya hanya proyek saja, tetapi tidak punya kualitas cukup baik sehingga bisa diproyekan lagi, saya tidak senang,” pungkas Anggota DPR Dapil Jatim ini.
Politisi Gerindra ini juga menghimbau, agar Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) juga memperhatikan UU Jalan Tol Nomor 15 Tahun 2005 terkait dengan keselamatan seperti wajib adanya pagar di jalan tol. Jangan sampai mengejar target untuk soft launching sehingga mengabaikan aturan.
“Saya melihat ada potensi untuk itu, jangan lagi main-main dengan mempercepat suatu proyek dengan termin-termin tertentu agar cepat soft launching, termasuk jika tidak menggunakan anti stripping,” ujarnya.
Menurut Bambang, seharusnya jalan tol yang belum sempurna sebenarnya tidak boleh digunakan untuk mudik, apalagi belum ada rambu-rambu dan lampu jalan, karena masyarakat biasanya di tol menggunakan kecepatan tinggi, perlu diperhatikan keselamatannya.
“Keselamatan tidak boleh di tawar-tawar, saya khawatirnya karena mengejar soft launching akhirnya kelupaan tidak ada grand launching, seperti di Bandara Soeta sudah 2,5 th belum di grand launching. Seakan-akan sudah diresmikan, padahal masih soft launching, ini sangat membahayakan,” tutupnya. (jk/sc)